Diduga Oplos Pertamax, Tiga Orang Diadili di PN Serang
Table of Contents

ANTERO KRIMINAL -Tiga pria asal Banten kini harus duduk di kursi pesakitan. Mereka didakwa mengoplos BBM jenis Pertamax dan menjualnya seolah-olah bensin asli dari Pertamina.
Mereka adalah Deden Hidayat, Nadir Sudrajat, dan Aswan alias Emon. Ketiganya sedang diadili di Pengadilan Negeri Serang, dengan tuduhan memalsukan bahan bakar minyak bersama-sama.
BBM oplosan masuk SPBU
Kasus ini berawal Maret lalu. Deden dihubungi Aswan, yang katanya ingin beli Pertamax dengan harga miring. Eh, beberapa hari kemudian Deden malah dihubungi orang bernama Marko—yang sekarang sudah DPO—dan ditawari 16 ribu liter BBM olahan.
Tanpa banyak tanya, Deden mengiyakan. Ia langsung menawarkan BBM "tanpa surat-surat" itu ke Aswan seharga Rp10.200 per liter. Padahal harga normal Pertamax waktu itu di atas Rp13 ribu.
BBM oplosan itu kemudian dikirim malam-malam ke SPBU 34.421.13 Ciceri, Serang. Tangkinya merah putih, lengkap dengan tulisan PT Pertamina. Tapi isinya? Jelas bukan dari depo resmi.
Dicampur, dibayar, tetap ketahuan
Begitu sampai SPBU, Deden dan dua terdakwa lainnya—yang memang pengelola SPBU itu—langsung menyaksikan proses pembongkaran. Untuk menyamarkan warna dan aroma, mereka mencampurkan 8.000 liter Pertamax asli ke dalam tangki pendam.
Transaksi pun jalan. Aswan membayar Rp80 juta dari total harga Rp152 juta ke Deden.
Tapi keanehan muncul saat SPBU kembali buka. Warna bensinnya beda. Ada karyawan yang curiga dan melapor ke manajer operasional, Nadir.
SPBU pun buru-buru tutup sementara. Deden sempat ngasih dua opsi: BBM disedot ulang, atau ditambah "obat" biar warnanya mirip. Tapi semua ditolak. Solusinya? Dicampur lagi dengan 8.000 liter Pertamax resmi. Campuran versi 2.0 ini katanya biar warnanya “biru terang khas Pertamina”.
Tetap saja mencurigakan
Meski sudah dicampur dua kali, keluhan dari konsumen masih bermunculan. Pada Minggu malam, 23 Maret, dua nozzle SPBU dilaporkan menyemburkan bensin yang warnanya mencurigakan.
Senin paginya, giliran Polda Banten yang turun tangan. Dua nozzle disegel, empat sampel BBM diambil, dan uji laboratorium pun dilakukan.
Hasilnya? Salah satu parameter penting—Final Boiling Point—melewati batas maksimal. Seharusnya 215, tapi hasilnya malah 218,5. BBM ini sudah enggak lolos uji, apalagi lolos akal sehat.
Bukan sekadar oplosan, tapi pemalsuan
Menurut ahli dari BPH Migas, pencampuran BBM olahan dengan Pertamax resmi—tanpa izin dan tak sesuai spesifikasi—jelas termasuk tindakan pemalsuan.
BBM palsu ini dijual seolah-olah asli, lengkap dengan warna yang sudah “dimodif”. Tapi laboratorium tak bisa dibohongi.
Kini, ketiganya didakwa melanggar Pasal 54 Undang-Undang Migas, plus pasal-pasal tambahan dalam UU Cipta Kerja dan KUHP. Ancamannya bukan cuma denda, tapi bisa sampai penjara.
Kisah ini jadi pengingat bahwa yang palsu itu bukan cuma cinta dan ijazah. Ternyata, bensin pun bisa jadi korban... dan konsumen yang kena getahnya.
Penulis: Fuad