Mengatasi Pengunjung Kafe Hanya Numpang Wifi

Mengatasi Pengunjung Kafe Hanya Numpang Wifi
Mengatasi Pengunjung Kafe Hanya Numpang Wifi

ANTERO NEWS – Strategi yang dilakukan pemilik kafe agar tidak bangkrut jika para pengunjung kafe hanya sekadar menumpang tempat dan Wi-Fi tetapi tidak memesan apapun?

Anda tahu tidak, kalau terkadang kelemahan bisa diubah jadi kekuatan, masalah bisa jadi berkah. Saya bilang terkadang, jadi ya tidak selalu sih.

Nah, saya bilang kan pakai metode kasta-nisasi, jadi seperti di India gitulah… Pertama, harus ada minimum pemesanan. Mereka yang memesan sejumlah tertentu melewati minimum nominal, dipersilahkan duduk di dalam, dengan meja dan kursi yang nyaman. Yang pesanannya tidak mencapai jumlah minimum, kasih duduk di luar. Yang numpang wi-fi tanpa memesan, suruh duduk di jalan aja…

Kenapa gitu? Anda tetap butuh pemakai wi-fi gratisan itu? Mereka itu tamu, tetap harus diperlakukan dengan baik, walau saya mengerti… ngêki-in juga terkadang… Supaya apa?

Supaya cafe anda kelihatan laku….. Kalau kelihatan sepi kan, pengunjung baru akan malas, hanya yang sudah tahu saja yang akan mampir.

Sedangkan, langganan belum tentu datang tiap hari. Masalahnya, kalau 100% pengunjung cafe anda adalah pemakai wifi gratisan, ya anda bangkrut. Jadi anda harus pakai metode layangan, tarik-ulur, maju mundur cantique…. gitchu….. Makanya, para pejuang wi-fi ditaruh di luar, jadi calon konsumen melihat, wuih cafenya laku juga yaaa…

Nah, untuk kursinya kira-kira pakai seperti ini (kursi kayu tanpa bantalan). Jadi, di dalamnya, ada meja-kursi VIP untuk yang ‘membayar lebih’. Nah, selanjutnya tinggal dipikirkan bagaimana SOP karyawan dalam mengarahkan konsumen, tapi itu bukan urusan saya.

Tapi, jika anda masih bersikeras bahwa pejuang wi-fi gratisan harus dibuat enggag betah, ada beberapa alternatif.

1. Punya 2 wi-fi

Yang satu kenceng, yang satu lambat. Yang kenceng, passwordnya diubah tiap hari. Kelemahannya, bisa aja yang di dalam dan yang duduk di luar berkirim mesej untuk tanya passwordnya. Bisa juga punya 1 wifi dengan speed yang tidak terlalu cepat.

2. Aspek Ergonomis

Mainkan ergonomisnya. Ergonomis berkaitan dengan tingkat kenyamanan. Jadi, kurangi aspek kenyamanannya. Kasih kursi tinggi, meja rendah. Tapi jangan terlalu ekstrem juga, nanti kalau tamunya duduk sampai nungging terus celananya sobek, bikin masalah.

Kira-kira seperti itu juga bisa, tapi masih bisa dikurangi sedikiiiiiit lagi jaraknya. Naikin kursinya, atau turunin mejanya.

Tapi jangan keduanya. Biar melengkung deh tuh tulang punggung. Pastinya akan tetap ada kaum pejuang wi-fi yang gigih tetap bertahan. Tak apa, positive thinking saja. Anda butuh mereka juga supaya cafe kelihatan laku.

Lagipula, 3 jam 4 jam dengan posisi tidak nyaman itu, benar-benar menyiksa. 4 hari 5 hari seperti itu, dijamin kena lordosis kifosis skoliosis, seperti yang dipelajari waktu SD. Biarin aja pada kena encok.

Nah, habis itu anda bisa bikin bisnis baru… bisnis jualan minyak gosok, pijit, dan urut… Kalau ada modal, sekalian buka bisnis pijit di lantai 2 ruko, pelanggannya dijamin banyak, biasalah, tipikal orang kita… maunya hemat dikit, malah pengeluaran melejit… abis itu pada sakit, kena saraf kejepit, sakitnya bikin jerit-jerit. Nah, anda bisa datangkan tukang pijit. Modalnya irit, hasil berhimpit. Maksa banget nulisnya…

3. Pemancar Ultrasonik

Kalau anda masih berpikir bahwa kaum pejuang wi-fi harus diusir, pikirkanlah untuk membeli pemancar ultrasonik. Manusia tidak bisa mendengar suara ultrasonik. Tetapi bukan berarti tidak ada efeknya. Suara ultrasonik tetap masuk melalui telinga, menggetarkan gendang telinga, dan getarannya tetap diteruskan oleh cairan koklea ke….. OK, ini bukan pelajaran Biologi.

Nah, walau manusia tidak bisa mendengar, tetapi efeknya tetap ada ke manusia. Efek yang ditimbulkan adalah pusing dan mual. Tetapi, kaum gratisan tidak tahu, mereka akan melihat sebagai efek terlalu lama menatap monitor laptop / hape.

Masalahnya, sulit untuk mengetahui apakah pemancarnya bekerja atau tidak jika anda tidak bisa mendengarnya. Ya, yang paling gampang ya dicoba sendiri, lalu perhatikan apakah anda merasakan sensasi tadi atau tidak. Kedua,beli detektor ultrasonik. Mahal tapi. Ketiga, pakai anjing. Anjing bisa mendengar suara ultrasonik. Perhatikan reaksinya, apakah berubah atau tidak. Alternatif keempat, undang temen, suruh makan, terus tinggalin… kalau sampai ada yang muntah artinya alat pemancarnya manjur. Tapi jangan undang temen perempuan. Nanti emak-babênye marah. Minta pamit ke restoran temen, pulangnya muntah-muntah, nanti dikira ngehamilin anak orang. Padahal niatnya cuman tes alat.

Masalah kedua adalah kenyamanan kerja pegawai anda. Saya sih sarankan agar pemancar diletakkan di luar, paling tidak pegawai anda akan terpapar lebih sedikit. Ingat, intensitas bunyi (termasuk bunyi yang tak terdengar) berbanding terbalik dengan kuadrat dari jarak. Nah, tadi Biologi sekarang Fisika. Makanya, saya sedih kalau bocil2 belajar dengan cara menghafal. Engga tau kegunaannya, aplikasinya. Taunya cuman rumus sama angka.

Alternatif lain adalah dihubungkan dengan switch. Jadi ketika tamu tak diinginkan sudah pergi, yasudah tinggal dimatikan saja pemancarnya.

Ya sementara sih itu saja. Ada lagi strategi untuk menarik pelanggan, tetapi karena tidak ditanya, ya saya jawab sesuai pertanyaan. Terima kasih sudah bersedia mampir.

Tinggalkan Balasan